Oleh: Ahmad
Ruhiat
pittsburgh.cbslocal.com |
Bacasaza – Pada hakekatnya, dunia pendidikan
tidak bisa lepas dari Literasi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan menjadi
wahana berliterasi yang paling efektif untuk membudayakan literasi. Siswa
sebagai pembelajar dapat digerakan oleh guru, baik melalui proses pembelajaran
di kelas, pembelajaran ekstrakurikuler, atau pembelajaran lain yang
dilaksanakan di sekolah. Guru juga dapat digerakan berliterasi oleh kepala
sekolah dan Pengawas.
Sesuai dengan Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi
Pekerti, kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui
pembiasaan-pembiasaan yang salah satunya adalah mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh. Dalam hal literasi,
sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal agar siswa bias
menemukenali dan mengembangkan potensinya. Salah satu kegiatan wajibnya
menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku
mata pelajaran (setiap hari).
Adapun ciri-ciri ekosistem sekolah
yang literat digambarkan dalam tiga lingkungan sekolah. Yang pertama berkaitan
dengan lingkungan fisik, lingkusangan sosial dan afektif, dan lingkungan
akdemis. Semua lingkungan ini melibatkan semua pihak yang terkait, mulai dari
siswa, guru, kepala sekolah, komite sekolah, orangtua siswa, pengawas, hingga
dinas pendidikan. Sebagaimana menurut cf.
Beers, dkk (2009) dalam Desain Induk Gerakan
Literasi Sekolah (2019: 16) sebagai berikut.
Lingkungan Fisik
1. Karya peserta didik
dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala
sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2. Karya peserta didik
dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua
peserta didik.
3. Buku dan materi
bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4. Buku dan materi
bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/ pengunjung di
kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5. Kantor kepala sekolah
memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
6. Kepala sekolah
bersedia berdialog dengan warga sekolah.
Lingkungan
Sosial dan Afektif
1. Penghargaan terhadap
prestasi peserta didik (akademis dan nonakademis) diberi-kan secara rutin (tiap
minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat
untuk pemberian penghargaan mingguan.
2. Kepala sekolah
terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3. Merayakan hari-hari
besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya meraya-kan Hari Kartini
dengan membaca surat-suratnya.
4. Terdapat budaya
kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing.
5. Terdapat waktu yang
memadai bagi TLS untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan
hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6. Staf sekolah
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan
program literasi.
Lingkungan Akademis
1. Terdapat TLS yang
bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlu-kan, ada pendampingan
dari pihak eksternal.
2. Disediakan waktu
khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca
dalam hati (sustained
silent reading), membacakan buku
dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presenta-tion).
3. Waktu berkegiatan
literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.6Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.
4. Disepakati waktu
berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah.5Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di
sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu
pengetahuan.
5. Buku fiksi dan
nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama
pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
6.
Ada beberapa buku
yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7. Ada kesempatan
pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui
kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas
perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8. Seluruh warga sekolah
antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi
sekolah yang suka belajar.
9.
Guru menggunakan
strategi literasi dalam pembelajaran
Program GLS
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia.
Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan
bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan
sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan
perangkat kebijakan yang relevan).
Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem
sekolah
Pembiasaan ini
bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca
dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi
pengembangan kemampuan literasi peserta didik. Salah satu cara untuk
menumbuhkan minat baca adalah membiasakan warga sekolah membaca buku selama 15
menit setiap hari. Kegiatan 15 menit membaca dapat dilaksanakan sebelum
pelajaran dimulai atau pada waktu lain yang memungkinkan. Kegiatan yang
bertujuan menumbuhkan minat terhadap bacaan ini dilaksanakan tanpa tagihan
sampai minat membaca warga sekolah tumbuh, berkembang, dan sampai pada tahap
gemar/cinta membaca.
Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi
Kegiatan literasi
pada fase ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah
kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan
(Anderson & Krathwol, 2001). Pengembangan minat baca yang berdasarkan pada
kegiatan membaca 15 menit setiap hari ini mengembangkan kecakapan literasi
melalui kegiatan nonakademis (tagihan nonakademis yang tidak terkait dengan
nilai dapat dilakukan). Contoh: menulis sinopsis, berdiskusi mengenai buku yang
telah dibaca, kegiatan ekstrakurikuler, dan kunjungan wajib ke perpustakaan
(jam literasi).
Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi
Kegiatan literasi
pada fase pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah
kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku
pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001).
Dalam hal ini tagihan
yang bersifat akademis (terkait dengan mata pelajaran) dapat dilakukan. Guru
menggunakan strategi literasi dalam melaksanakan pembelajaran (dalam semua mata
pelajaran). Pelaksanaan strategi literasi didukung dengan penggunaan pengatur
grafis.
Selain itu, semua
mata pelajaran sebaiknya menggunakan ragam teks (cetak/visual/digital) yang
tersedia dalam buku-buku pengayaan atau informasi lain di luar buku pelajaran.
Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif mencari referensi pembelajaran
yang relevan. Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi ini mendukung
pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks
pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat
khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran
tertentu sebanyak enam buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku
bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca ini disediakan oleh wali
kelas. Judul dan jumlah buku yang telah dibaca dijadikan bahan pertimbangan
pada saat kenaikan kelas atau kelulusan jenjang tertentu.