Baca Kilas

Tuesday, November 12, 2019

bacasaza

Menggagas Ekosistem Sekolah Yang Literat



Oleh: Ahmad Ruhiat

pittsburgh.cbslocal.com
Bacasaza – Pada hakekatnya, dunia pendidikan tidak bisa lepas dari Literasi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan menjadi wahana berliterasi yang paling efektif untuk membudayakan literasi. Siswa sebagai pembelajar dapat digerakan oleh guru, baik melalui proses pembelajaran di kelas, pembelajaran ekstrakurikuler, atau pembelajaran lain yang dilaksanakan di sekolah. Guru juga dapat digerakan berliterasi oleh kepala sekolah dan Pengawas.

Sesuai dengan  Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti, kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan yang salah satunya adalah mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh. Dalam hal literasi, sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal agar siswa bias menemukenali dan mengembangkan potensinya. Salah satu kegiatan wajibnya menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari).

Adapun ciri-ciri ekosistem sekolah yang literat digambarkan dalam tiga lingkungan sekolah. Yang pertama berkaitan dengan lingkungan fisik, lingkusangan sosial dan afektif, dan lingkungan akdemis. Semua lingkungan ini melibatkan semua pihak yang terkait, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, komite sekolah, orangtua siswa, pengawas, hingga dinas pendidikan. Sebagaimana menurut cf. Beers, dkk (2009) dalam Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (2019: 16) sebagai berikut.

Lingkungan Fisik
1. Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2. Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.
3. Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4. Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/ pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5.  Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
6.  Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.

Lingkungan Sosial dan Afektif          
1.  Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademis dan nonakademis) diberi-kan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2.  Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3. Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya meraya-kan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4.  Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing.
5. Terdapat waktu yang memadai bagi TLS untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6. Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.

Lingkungan Akademis
1. Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlu-kan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2. Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presenta-tion).
3. Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.6Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.
4. Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah.5Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
5.  Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
6.   Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7. Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8. Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
9.   Guru menggunakan strategi literasi dalam pembelajaran

Program GLS dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan).

Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah
Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik. Salah satu cara untuk menumbuhkan minat baca adalah membiasakan warga sekolah membaca buku selama 15 menit setiap hari. Kegiatan 15 menit membaca dapat dilaksanakan sebelum pelajaran dimulai atau pada waktu lain yang memungkinkan. Kegiatan yang bertujuan menumbuhkan minat terhadap bacaan ini dilaksanakan tanpa tagihan sampai minat membaca warga sekolah tumbuh, berkembang, dan sampai pada tahap gemar/cinta membaca.

Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi
Kegiatan literasi pada fase ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001). Pengembangan minat baca yang berdasarkan pada kegiatan membaca 15 menit setiap hari ini mengembangkan kecakapan literasi melalui kegiatan nonakademis (tagihan nonakademis yang tidak terkait dengan nilai dapat dilakukan). Contoh: menulis sinopsis, berdiskusi mengenai buku yang telah dibaca, kegiatan ekstrakurikuler, dan kunjungan wajib ke perpustakaan (jam literasi).

Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi
Kegiatan literasi pada fase pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku pengayaan dan buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001).

Dalam hal ini tagihan yang bersifat akademis (terkait dengan mata pelajaran) dapat dilakukan. Guru menggunakan strategi literasi dalam melaksanakan pembelajaran (dalam semua mata pelajaran). Pelaksanaan strategi literasi didukung dengan penggunaan pengatur grafis.

Selain itu, semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam buku-buku pengayaan atau informasi lain di luar buku pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif mencari referensi pembelajaran yang relevan. Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi ini mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak enam buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca ini disediakan oleh wali kelas. Judul dan jumlah buku yang telah dibaca dijadikan bahan pertimbangan pada saat kenaikan kelas atau kelulusan jenjang tertentu.


Selanjutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »