Baca Kilas

Thursday, October 17, 2019

bacasaza

Amalan Orangtua Sehari-hari

Amalan Orangtua Sehari-hari

Oleh:  A.Ruhiat

qurann.ir.
Bacasaza - Seiring pasangan suami dan isteri harus menunaikan kewajibannya satu sama lain, pada saat yang bersamaan pasutri juga berperan sebagai orangtua, yang berkewajiban besar dalam hal mendidik, membina dan membahagiaankan anak-anaknya sesuai syariat yang diterangkan dalam Al-Quran dan Sunnah.

Dalam Islam, kewajiban orangtua kepada anak-anaknya, tidak hanya di ‘gong’-kan pada saat anak lahir, melainkan ketika pasangan suami isteri berniat memiliki anak, saat berhubungan isteri, ketika isteri hamil, pemberian nama untuk anak, ketika anak lahir, mendidik dan bina sampai berumah tangga.

Dalil kewajiban orangtua ini diawali dengan perintah-Nya kepada kita untuk memelihara diri dan keluarga, serta dimintainya pertanggungjawaban setiap individu manusia. Dalam Al- Quran. Allah swt. berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 6 telah berfirman:  “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.

Sabda Rasulullah saw,“Setiap kalian adalah ra’in (seorang penjaga, yang diberi amanah ) dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka...”(H.R. Bukhari dan Muslim).

Anak shaleh akan lahir dari orangtua yang shaleh. Masa depan anak (akidah, tauhid, dan akhlaknya) amat tergantung pada pendidikan dan pembinaan orangtua di rumah. Anak merupakan amanat Allah swt. yang terakhir dalam keadaan suci. Sebagaimana yang Rasul saw. sabdakan, “Setiap anak terlahir dalam keadaan suci (fitrah)”.

Allah swt. berfirman, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Q.S. al-Kahfi [18]: 46). Perintah untuk menjadikan anak shaleh menjadi hal utama. Perintah ini berlaku sama untuk suami dan isteri yang tentunya dianugerahi anak. Di dalam syariat Islam, anak yang lahir ke dunia ini memiliki hak-hak dan kewajiban khusus yang harus ditunaikan oleh orang tuanya.

Lima kewajiban orangtua saat dianugarui Anak
Dalam hadits, Rasulullah saw. saw. bersabda, "Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) dari setan".(H.R. Muslim). Dalam hadits lain, Bersabda Rasulullah saw, Apabila salah seorang darimu ketika mendatang istrinya membaca: dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkan syetan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami, maka apabila ditakdirkan mempunyai anak, setan tidak akan membahayakan anaknya “(H.R. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, hal pertama ketika kita dianugerahi anak, kita perlu membentenginya dari perbuatan setan dengan senantiasa berdoa kepada Allah swt. dalam hadits, Rasul saw. pernah berdo’a dan mentahnik (mengoleskan kurma yang sudah dikunyah atau madu di langit-langit mulutnya). Adalah Abu Musa ketika putranya lahir, dibawalah kepada Rasulullah saw, maka Rasulllah pun memberikan nama Ibrahim kepadanya, mentahniknya dan mendo’akannya kebaikan “(H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam Al-Quran, kita diperintahkan uuntuk senantiasa bergembira dan bersyukur kepada-Nya. Allah swt. berfirman Dan Sesungguhnya utusan-utusan kami (Malaikat-malaikat) Telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” Maka tidak lama Kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth.” Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum, Maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. (Q.S. Huud: 69-71). Keterangan lainnya dapat juga dilihat dalam (QS. 11 : 69-71 / 3 : 39 / 16 : 58-59).

Selanjutnya adalah memberikan nama yang baik. Memberikan nama yang baik harus mengandung makna dan sifat yang baik pula. Sedari awal nawaitunya adalah semata-mata karena Allah dan awal upaya untuk menjadikan anak yang shaleh dan shalehah. Rasulullah saw. amat memperhatikan terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam nama laki-laki dan perempuan. Seperti dalam hadits yang disampaikan oleh Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw biasa merubah nama-nama yang tidak baik (H.R. Tirmidzi).
Tidak kalah penting juga, kita harus mencukur dan Mencukur rambut dan bershodaqah,  ‘Aqiqah dan khitan. Rasulullah bersabda, “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih pada hari ketujuh, kemudian dicukur rambutnya dan diberi nama “ (H.R. Tirmidzi). Dalam hal khitan, sabda Rasulullah saw, “Sunnah fitrah ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak “ (H.R. Bukhori dan Muslim).

Sedangkan khusus untuk isteri (Ibu), tugas mulianya adalah menyusui. Allah swt. berfirman:
 “Para ibu hendaklah menysukan anak-anaknya dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan .. “  (Q.S. Al-baqarah: 233).

Aktivitas menyusui, selain ibu menyusukan air susu kepada anak, ia juga memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak dimiliki oleh orang lain. Berdasarkan hal inilah dapat difahami hikmah Allah ketika Dia mengembalikan nabi Musa kepada ibunya agar sang ibu menjadi tenang dan tidak bersedih. Allah swt. berfirman:  “Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Q.S. Al qashas: 13).

Tugas mulia untuk suami (ayah) adaah memberikan nafkah yang cukup. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepada Hindun, ketika mengadu bahwa suaminya tidak memberi nafkah yang cukup, apakah diperkenankan untuk mengambil harta suaminya, “Ambillah ( dari harta suamimu ) yang bisa mencukupimu dan anakmu dengan cara yang baik “.

Seorang ayah harus memberi nafkah harta yang baik dan dari mata pencaharian yang halal. Berdasarkan sabda Rasul saw. “kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang ia kerjakan dengannnya, tentang hartanya dari mana ia mendapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” (H.R. Turmudzi).

Memberi nafkah juga dapat dilakukan oleh seorang ibu, bilamana dalam rumah tangga ada suatu hal yang memungkinkan dirinya untuk memberikan nafkah. Contohnya, bisa keluarganya ditinggal mati suaminya dan hal-hal lainya. Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, aku bertanya, wahai Rasulullah apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberi nafkah kepada anak-anak Abu Salamah, sedangkan aku tidak membiarkan mereka begini dan begini-yakni bertebaran untuk mencari makan begini dan begini-karena mereka itu juga anak-anakku? Beliau menjawab, “ya, kamu mendapatkan pahala atas apa yang kamu nafkahkan.” (H.R.Bukhari).

Sedangkan mendidik dan membina akhlak, akidah dan tauhid, serta pendidikan yang layak adalah tugas bersama ibu dan ayahnya. Allah swt. berfirman:  “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. “ (Q.S. 66 : 6).

Tugas ibu dan ayah yang terakhir adalah menikahkan. Dalam proses mencari pasangan hidup anaknya, dianjurkan orangtua dapat menasehati anaknya untuk mencari jodoh yang dikriteriakan oleh syarait Islam. Bila anak telah memasuki usia siap nikah, maka segera menikahkannya.

Jangan sampai orangtua memberbiarkan anaknya terjebak dalam naungan kemaksiatan. Do'akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya.

Allah swt. berfirman: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. “(Q.S. An-Nur [24]: 32).

Keselamatan iman jauh lebih layak diutamakan daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui orangtua terhadap anaknya. Rasulullah dalam hal ini bersabda, "Ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu: shalat, apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah datang dan ketiga, seorang perempuan apabila sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok." (H.R. Tirmidzi).

Mendidik dan membina Anak, keutamaan Orangtua
Mendidik dan membina (tarbiayah Islamiah) pada anak suatu keutamaan.  Kisah berikut dapat menjadi ibrah buat kita semua. Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, "Anakku ini sangat bandel." tuturnya kesal. Amirul Mukminin berkata, "Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?" Anak yang pintar ini menyela. "Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?"

Umar ra menjawab, "Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur'an."

Mendengar uraian dari Khalifah Umar r.a anak tersebut menjawab, "Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama "Kelelawar Jantan", sedang dia juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu ayatpun aku tidak pernah diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata, "Kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu...." Mentarbiyah anak-anak diawali dengan pembentukkan akidah, tauhid dan akhlak. Dalam konteks keseluruhan hendaknya orang tua mengajarkan kitab Allah serta ilmu ilmu agama dan dunia yang wajib dikuasainya. Dalam hal ibadah, pertama anak diajarkan shalat.

Diriwayatkan dari Ali ra bahwa Nabi saw. bersabda, “ajarkanlah tiga hal kepada anak-anak kalian, yakni mencintai nabi kalian, mencintai keluarganya dan membaca al-qur’an. Sebab, para pengusung al-qur’an berada di bawah naungan arsy Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganNya, bersama para nabi dan orang-orang pilihanNya. Dan, kedua orang tua yang memperhatikan pengajaran al-qur’an kepada anak-anak mereka, keduanya mendapatkan pahala yang besar.

Pembentukan anak shaleh dan shalehah juga bagian dari pembentukan sosial. Keluarga Islami harus menciptakan kondisi bagi perbaikan umat dan lingkungan kiat berada.
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. 16: 125).

Dengan kata lain mendidik anakpanak hingga menjadi anak yang saleh dan salehah. Yaitu anak yang akan menjadi hiasan keluarga dan cahaya mata kedua orang tua. Allah swt. berfirman: “Dan orang orang yang beriman berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai cahaya mata (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. al-Furqon: 74).

Anak adalah aset berharga, tumpuan dan harapan bagi orang tua di dunia dan  di akherat. Dengan mampu mentarbiyah anak sesuai dengan syarat Islam, orangtua akan diangkatnya kedudukan menjadi golongan yang mulia di sisi-Nya. Hal yang utamanya adalah mengajarkan dan mendidik agar anak mendirikan shalat.

"Amal pertama yang dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat. Dan barangsiapa yang baik shalatnya, maka baik pula segala amalan yang lain, dan barangsiapa yang rusak (ditolak) shalatnya, maka rusak (ditolak) pula segala amalan lainnya” (HR Thabrani)



Selanjutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »