Oleh: Ahmad
Ruhiat
etsy.com |
Semua komponen warga sekolah itu
berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS) di bawah koordinasi kepala
sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS bertugas untuk membuat
perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS dapat memastikan terciptanya
suasana akademis yang kondusif, yang mampu membuat seluruh anggota komunitas
sekolah antusias untuk belajar. Berikut adalah
prinsip dan strategi yang dapat diterapkan di sekolah.
A.
Prinsip-prinsip Literasi Sekolah
Menurut Beers (2009) sebagaimana dikutif Satgas GLS
Kemendikbud dalam buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (2019: 13-15), bahwa praktik-praktik yang baik
dalam Gerakan Literasi Sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.
Perkembangan literasi berjalan sesuai
tahap perkembangan yang dapat diprediksi
Tahap perkembangan anak dalam belajar
membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap
perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi
pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan
mereka.
Program literasi yang baik bersifat
berimbang
Sekolah yang menerapkan program
literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang
berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu
divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang
bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks,
seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
Program literasi terintegrasi dengan
kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi
di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab
pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan
menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi
perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.
Kegiatan membaca dan menulis dilakukan
kapanpun
Misalnya, ‘menulis surat kepada
presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi
yang bermakna.
Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan
Kelas berbasis
literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa
diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini membuka
kemungkinan adanya perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat
diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan
pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.
Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap
keberagamanWarga sekolah perlu
menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk
peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat
terpajan pada pengalaman multikultural.
B. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan
budaya literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction, menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya
literasi yang positif di sekolah.
Mengondisikan lingkungan fisik ramah literasi
Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan
dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah
dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya
literasi sebaiknya memajang karya peserta didik di seluruh area sekolah,
termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru.
Selain itu, karya-karya peserta didik diganti secara rutin
untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta
didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas,
kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta
didik akan menunjukkan pengembangan budaya literasi. Dalam hal ini setiap
sekolah perlu memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model
komunikasi dan interaksi yang literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model
komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan
dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian
penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai
kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya
akademis, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap
peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah.
Selain
itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang
tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba
poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan
sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain
dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan
demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran
orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen
sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
Mengupayakan
sekolah sebagai lingkungan akademis yang literat
Lingkungan
fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademis. Ini dapat
dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah
sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran
literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan/atau
guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran
berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan
kesempatan untuk mengikuti program pelatihan peningkatan pemahaman tentang
program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.