Baca Kilas

Thursday, October 17, 2019

bacasaza

Mencari Nafkah Itu Ibadah

Mencari Nafkah Itu Ibadah

Oleh:  A.Ruhiat
www.aboutislam.net
Bacasaza - Tiap lisan dan gerak seorang suami dalam kehidupan rumah tangga adalah amalan bagi dirinya. Begitu juga dalam mencari nafkah. Namun demikian, kita perlu menyadari apakah amalan ini bernilai pahala atau suatu hal yang sia-sia di mata Allah swt. Pastinya, bila segala yang dilakukannya berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya, amalan itu akan senantiasa bernilai pahala.
Betapa meruginya bila segala yang dilakukan suami untuk memenuhi tanggungjawabnya di rumah tangga bernilai amalan yang sia-sia menurut pandangan Allah swt., dikarenakan niat dan tujuannya hanya sebatas melaksanakan tuntutan perannya sebagai suami tanpa didasari oleh ketaatan kepada-Nya. 
Adapun ciri segala usaha suami yang bernilai pahala yang sia-sia bahkan cenderung bernilai dosa. Pertama, ia yang bersusah payah mencari nafkah dengan menghalalkan segala cara. Atas dasar seorang yang memiliki tanggungjawab kelangsungan hidup dan kesejahteraan isteri dan keluarganya, ia melalaikan ketentuan Allah dalam menjemput rezeki-Nya.
 Kedua, ia yang mampu menafkahi isteri dan keluarganya dengan cara yang halal tapi di waktu yang sama ia lupa dan lalai atas kewajibanya pokoknya seperti mendirikan shalat dan melakanakan ibadah sunah lainnya. Mencari nafkah dijadikan aktivitas dan rutinitas utama dalam kehidupan sehari-harinya, sedangkan dalam urusan melaksanakan ibadah wajib dan sunah tidak pernah diperhatikan.
Ketiga, ia yang mampu membawa kebahagiaan isteri dan keluarganya hanya sebatas untuk urusan duniawi saja. Sedangkan ia melupakan tanggungjawab uatama lainnya dalam mengajak, membimbing dan mendidik isteri dan anaknya untuk senantiasa mengenal dan dekat kepada Allah swt.
Dalam Islam, suami tidak hanya dituntut untuk mampu berusaha mencari nafkah untuk memenui kebutuhan hidup keluarganya, tetapi juga harus mampu mengajak, membimbing dan mendidik anak- dan isterinya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya. Dengan kata lain, suami harus mampu melakukan manajemen iman sebagai dasar awal menjalankan seluruh peranannya.
Dengan mampu mengatur keimanan dan ketaqwaan, apa pun yang dilakukan suami niscaya akan bernilai ibadah dan pahala yang besar dari Allah swt. Jangan sampai rutinitas sehari-hari untuk kepentingan duniawi membuat kita terlena, bahkan menjauhkan diri dari Allah swt. Karena mencari nafkah (bekerja, berniaga, menjadi pejabat, dosen, guru, pengusaha, dll) hanya menjadi salah satu penghantar ibadah dan beramal untuk bekal di kehidupan akherat nanti.
Dan Allah hanya akan menganugerahkan kehidupan yang bahagia kepada hamba-Nya yang mendasari seluruh amal dan kegiatannya dengan iman, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (bahagia) dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS An-Nahl [16]: 97).
Lihat juga QS Al-A’raaf (7): 96.
Suami yang mencari nafkah sebagai tanggungjawabnya di rumah tangga  dengan segenap kemampuan berdasarkan keimanan adalah sosok suami yang taat kepada-Nya. Suami yang taat kepada Allah swt. senantiasa akan menebarkan rahmat-Nya di rumah tangga.
Ia menyadari sunatullah-nya sebagai imam (pemimpin) yang diberi tanggungjawab untuk dapat mengurusi keluarganya dengan penuh kasih sayang dan lembut dalam berperilaku. Tanggung jawab sebagai imam keluarga, suami harus mampu membawa isteri dan anak-anaknya mampu menjalani kehidupan di jalan-Nya.
Sabda Rasulullah saw.:
Ibnu Umar dari Nabi saw. bahwa Rasul bersabda: '...Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi keluarganya. Ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya..." (Muttallaq 'alai).


Selanjutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »