Baca Kilas

Thursday, October 17, 2019

bacasaza

Berbakti kepada Orangtua

Berbakti kepada Orangtua

Oleh: A. Ruhiat

hijabiworld.com
bacasaza - Kehidupan rumah tangga tidak selalu berinteraksi dengan isteri dan anak-anak. Adakalanya suami berkewajiban berinteraksi dengan mertua dan orangtuanya.  Sampai kapan pun suami adalah anak bagi ibu bapaknya. Selama mereka masih hidup, sudah suatu kewajiban anak berbakti kepada orangtuanya.

Salah satu bakti yang perlu dilakukan oleh seorang suami adalah bersilahturahmi dengan ibu bapaknya. Jangan sampai, karena berumah tangga malah menjauhkan diri dar orangtua. Meski tidak setiap waktu, suami harus memiliki agenda untuk bersilahturahmi dengan orangtua, dan mengajak isteri dan anaknya untuk berkunjung ke rumah orangtuanya.
Hal ini dilakukan untuk mempererat anak dan orangtuanya, isteri dan besannya, cucu dan kakeknya. Di samping itu, mempererat kekeluargaan dalam konteks keluarga besar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa hadits yang membahas bakti anak laki-laki yang harus senantiasa berbakti kepada kedua orangtanya, sebab bakti anak kepada ibu bapaknya adalah bentuk ketaatan kepada Allah.

Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu, “Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannyajanganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarangan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain.” (H.R. Ath-Thabari).

Seorang anak yang sudah berkeluarga, masih memiliki tanggungjawab menghormati orangtuanya. Meski sudah menjadi imam bagi keluarga, anak laki-laki tetap tidak boleh melupakan kebaikan orangtua terhadapnya. Apalagi berbuat ‘uquuqul walidain (durhaka kepada orang tua), karena hal in termasuk dalam kategori dosa besar.

Bentuk kedurhakaan anak kepada ibu bapaknya di antaranya adalah tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti, meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan perasaannya.

Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an. Allah swt. berfirman:
Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan ‘ah’ kepada orang tua.” (Q.S. Al-Isra’ : 23). Jika berkata ‘ah dan huh’, atau semacamnya saja tidak boleh, apalagi melakukan tindakan atau perbuatan kasar.

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa membuat hati orang tua sedih, berarti dia telah durhaka kepadanya.” (H.R.  Bukhari). Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda, “Termasuk perbuatan durhaka seseorang yang membelalakkan matanya karena marah.” (H.R. Ath Thabrani).

Sabda Rasulullah saw., “Seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua yang muslim, kemudian ia senantiasa berlaku baik kepadanya, maka Allah berkenan membukakan dua pintu surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang tua saja, maka ia akan mendapatkan satu pintu surga terbuka. Dan kalau ia membuat kemurkaan kedua orang tua maka Allah tidak ridha kepada-Nya.” Maka ada seorang bertanya, “Walaupun keduanya berlaku zhalim kepadanya?” Jawab Rasulullah, “Ya, sekalipun keduanya menzhaliminya.” (H.R. Bukhari).

Dalam Islam, ketaatan ditujukan hanya kepada Allah swt., kemudian kepada Rasul-Nya. Setelah itu, seorang laki-laki wajib berbakti kepada ibunya, kemudian kepada ayahnya. Hadis riwayat Abu Hurairah r.a., ia berkata: Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah Saw. menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (H.R. Muslim).

Dalam hadits lain, diriwayatkan oleh Al-Hakim dan ditashih oleh Al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri?” Rasulullah menjawab, “(hak) suaminya.”. Lalu, Aisyah kembali bertanya, “Sedangkan bagi suami, hak siapakah yang lebih utama?”. Beliau menjawab, “(hak) ibunya.”

Dengan merujuk kepada keterangan hadits tersebut, bahwa suami sebagai anak laki-laki bagi orangtuanya memiliki kewajiban besar untuk berbakti kepada orangtuanya, terlebih kepada ibunya. Lalu bagaimana bentuk bakti suami bakti kepada ibu bapaknya sedang ia sudah berumah tangga?

Di antaranya adalah sering mengunjunginya, menghormati dan memuliakannya, mendoakannya, menafkahkan rezekinya setelah terpenuhi kebutuhan rumah tangganya, dan melakukan hal lain yang sekiranya memungkinkan untuk dilakukan tanpa mengabaikan kewajibannya di rumah tangga.

Betapa mulianya seorang ibu, sampai-sampai Rasul saw. pun menganjurkan kepada seseorang yang ingin berperang untuk berbakti kepada orangtuanya. Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata: Seseorang datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk ikut berperang. Nabi saw. bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”. Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda: “Maka kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada mereka)”. (H.R. Muslim).

Syari’at Islam menempatkan hak-hak orang tua atas anaknya begitu besar. Tidak hanya ketika sang anak masih bersama kedua orang tuanya, tetapi juga ketika ia sudah berkeluarga dan hidup mandiri. Hak-hak agung orangtua, khususnya ibu amat sebanding dengan besarnya jasa dan pengorbanan yang telah mereka limpahkan. Maka begitu mulia Allah swt. dan Rasul-Nya memerintahkan seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya.

Allah berfirman:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.” (Q.S. An-Nisa: 36).
Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” (Q.S. Al-Isra’: 23).
Dalam konteks anak lelaki yang sudah berumah tangga, tentu kita harus proposional dalam menunaikan kewajibannya. Di sisi lain kita sebagai suami di rumah tangga, di sisi lain sebagai anak terhadap orangtua. Sehingga kedua kewajiban itu harus ditunaikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada.

Sedangkan bentuk bakti anak kepada ibu bapaknya yang paling utama adalah keshaehannya. Untuk mencapai derazat tinggi hingga di bawa ke alam akherat, seorang anak harrus mampu menshalehkan dirinya. Karena denagan inilah kita bisa memuliakan ibu bapak kita sampai di akherat nanti.

Berbakti kepada orang tua tak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi bisa dilakukan setelah mereka wafat. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni dengan mengirim doa (mendo’akan) dan memohonkan ampunan. Menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim sera memuliakan kawan dan kerabat orang taumu.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Rasulullah saw. mengkategorikan bahwa anak shaleh sebagai amal perbuatan manusia yang tidak akan terputus meskipun dia sudah meninggal dunia, di saat amal-amal yang lain terputus. Rasulullah saw. bersabda, “Jika anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (perkara), yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (H.R. Tirmidzi).

\Anak yang benar-benar shaleh mampu mengangkat derajat orangtuanya yang sudah meninggal dunia, seperti disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw., Setelah seseorang meninggal dunia, derajatnya akan ditinggikan, dia pun bertanya: ‘Wahai Tuhanku, kenapa derajatku ditinggikan?’ maka dijawablah: ‘Anakmu telah memohonkan ampunan untukmu.’” (H.R. Bukhari).


Selanjutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »