Baca Kilas

Tuesday, October 8, 2019

bacasaza

Mendidik Karakter Anak Dengan Parenting Islam (Bag 1)


Psikolog dan Praktisi Parenting




Secara teoritis, bagaimana orang tua membentuk tingkah laku anak pada usia tertentu dengan tugas-tugas perkembangan tertentu. Ada pedoman yang jelas secara sistematis dan terarah dalam membentuk tingkah laku. Setiap orang tua harus tahu bagaimana mendidik anak dalam membentuk tingkah laku dan kecerdasannya. Selain itu, Orang tua harus memiliki tujuan dalam mendidik anak. Dengan kata lain, harus ada landasan agama dan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usia anak-anak.



Mendidik anak dalam Parenting Islam
Jika berpedoman pada pendidikan anak dalam Islam, karangan dokter Abdullah Nas’uwan, akan terlihat bagaimana seorang pendidik atau orang tua bertanggung jawab atas pendidikan, baik tanggung jawab pendidikan aqidah, akhlaq, tanggungjawab moral, fisik, intelektual, maupun seksual. Dalam hal tanggungjawab intelektual, orang tua harus memberikan kepada anak wawasan, pengetahuan, dan menumbuhkan citra belajar tentang budaya Islam dan wawasan keislaman.

Lalu bagimana fiqihnya atau syariahnya? Dia juga harus belajar sejarah Rasullullah atau Shiroh, sehingga dari situ anaka akan muncul  sosok muslim atau muslimah yang berwawasan. Bukan orang-orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungan yang memberikan pengaruh negatif. Dalam pendidikan Islam, pendidikan aqidah adalah pendidikan yang paling penting untuk pembentukan anak, karena aqidah akan muncul dalam bentuk tingkah laku atau perilaku seseorang. Hal ini mutlak, bahwa orang tua sejak dini, bahkan sejak dalam kandungaan  sudah menanamkan aqidah yang kuat, karena pernah dikatakan “Letakanlah manimu di tempat yang baik” artinya dalam memilih pasanganpun itu salah satu pendidikan aqidah untuk anak kita.

Rasul Saw. pernah mengingatkan “janganlah kamu tergiur dengan seorang wanita yang cantik tapi tinggalnya di tempat yang tidak baik” karena itu, perempuan yang baik idelanya menjadi ibu yang baik. Terkait dengan penddikan untuk aqidah, 0-5 tahun harus sudah ditanamkan pendidikan akidah. Misalnya dia tahu kalau rizki dari Allah. Nasi yang dimakan datang dari Allah, tidak dikatakan bahwa nasi langsung dilemparkan dari atas langit, tapi dijelaskan bagaimana Allah menciptakan tanah, angin, hujan, dan matahari sehingga padi bisa tumbuh terus jadi beras.

Ibu membeli beras di pasar kemudian di masak menjadi nasi. Subhanallah. Bahwa Allah subhanallah. Bahwa Allah itu Rozaq, pemberi rizki, Allah Maha Kaya Maha Penyayang jadi memperkenalkan Allah dalam terminologi yang positif. Ketika memperkenalkan Allah dalam hal yang positif, anak akan memiliki nilai yang positif terhadap Allah. Umur 5 tahun, kita akan mendapatkan pertanyaan yang sangat berat, seperti kita akan mendapatkan pertanyaan seperti “apakah Allah melihatku? Apakah Allah besar?” “apakah Allah melihatku? Apakah Allah besar?”. Orangtua harus dapat memberikan penjelasan bahwa Allah itu Maha Besar dengan kebesaran-Nya, Allah Maha Teliti dan Maha Melihat, sehingga kamu tidak boleh melakukan hal-hal yang negatif karena Allah Maha Mengetahui. 

Selanjutnya, pendidikan mengenai akhlak, umur 5 tahun anak sudah belajar mana yang baik dan tidak, mana yang baik dan buruk, mana yang halal dan haram, sehingga ketika anak berusia 5 tahun, sudah menjadi orang yang berakhlak nantinya, setelah penanaman aqidah sejak dini dan berkelanjutan. Sebut saja mislanya tentang adab berbicara, adab berpakaian, adab berjalan, sehingga ketika orang lihat, akan bilang “anak siapa ini, subhanallah”. Beda dengan anak yang tidak kita bekali dengan akhlak.  Ketika dia keluar rumah, dia acak-acak rumah orang, dia mengambil barang orang, berebut, berkata kasar, orang lain akan melihat dengan tidak senang, dan itu akan mempengaruhi kepribadiannya.

Dalam aspek fisik dan kesehatan, anak haru diajarkan tentang gizi seimbang, yang jelas halalan thayyiban, halal dan baik. Jika halal tapi nggak baik juga kan nggak boleh. Makan-makanan yang fastfood atau cepat saji juga mungkin halal, tapi nggak baik. Karena bisa merusak mata pencaharian ibunya, terlalu mahal, atau terlalu banyak hormon, sehingga nanti pertumbuhan tubuhnya tidak seimbang. Kemudian mengajarkan anak kebersihan atau bersikap bersih, karena kalau anak tidak diajarkan bersikap bersih sejak kecil, dia akan jadi orang yang tidak peduli dengan lingkungan. Padahal “Allah Jamil yuhibbul jamal”.

Allah Swt. itu indah dan menyukai keindahan. Jadi kalau orang Islam, harusnya rumahnya bersih, rapi, dan tidak membuang sampah sembarangan. Kalau kita lihat di negara berkembang atau maju, di situ ada Islam. Artinya teratur, rapi, bersih itu dibentuk sejak kecil, sejak TK. Jalan di trotoar, buang sampah pada tempatnya, berkata yang baik, tidak mendahului orang lain ketika antri, itu dari kecil. Tapi kenapa di negara yang orang Islamnya banyak, malah buang sampah di kali, buang sampah di jalan, itu mungkin orang tuanya tidak mengajarkan Islam dengan baik. Tidak membiasakan dengan sikap Islam. Dari segi perkembangan seksual, Rasulullah mengajarkan anak laki-laki dan perempuan berbeda.

Mencermati, Memilih dan Memilah Media Belajar Anak.
Media kan macam-macam, ya. Ada media pandang dengar, seperti televisi, VCD, internet, itu kan akan sangat efektif mengajarkan kepada anak-anak banyak hal. Tapi perlu diperhatikan, 0-2 tahun, tidak ada TV sebetulnya. Media yang digunakan adalah tubuhnya sendiri.

Dengan menari, memanjat, mau melakukan hal-hal yang berhubungan dengan motoriknya. Kalau kita belajar tentang perkembangan kognitif, menurut Dr. Piazzi, anak usia 0-2 tahun, masa belajar tentang psikomotorik. Media yang digunakan bukan lagi media pandang dengar, tapi media fisiknya, bisa dengan tali, naik tangga, dan lain sebagainya. Kalau untuk TV, kita juga bisa ajarkan. Apakah itu VCD yang bisa kita beli di toko-toko Islam tentang Nabi, alam semesta, atau Harun Yahya, jadi yang sifatnya universal. Kita bisa ajarkan banyak hal padanya, apakah dari buku tentang gempa bumi, misalnya.

Banyak sebenarnya kalau kita mau memanfaatkan potensi anak, perpustakaan adalah tempat yang baik. Jika di negara berkembang, tiap kecamatan punya perpustakaan yang boleh dipinjam 10 buku per anak. Siap online kemana-mana, dan bukunya sangat banyak. Kalau memang perpustakaan tidak ada, berarti silahkan orangtuanya mencari buku-buku murah di toko-toko, yang penting orangtua ada usaha dan keinginan untuk memberikan media kepada anak.

Namun, masalahnya sekarang adalah media bisa menjadi alat yang bisa merusak akidah dan akhlak anak. Tentunya, orangtua harus berhati-hati memnyediakan dan memberikan media belajar untik anak, baik media cetak, media visual, media online, media game, termasuk acara televisi. Di mana berkembangnya tayangan aksi kekerasan dan pemandangan seksual akan berdampak buruk bagi  perkembangan anak.

Media belajar anak bermacam-macam. Mungkin kalau kembali ke masa lalu, kita keluar rumah terus melihat daun yang berbeda-beda saja sudah menjadi media untuk belajar klasifikasi, besar kecil, atau ketika kita jalan-jalan keluar terus melihat ada pelangi, melihat tanah dikasih air, anak sudah belajar tentang zat padat dan zat cair. Artinya, alat dan media belajar dalam bentul permainan itu sangat beragam, bisa yang tradisional, bisa dibuat sendiri atau bisa yang dibeli, tapi intinya yang mengandung edukatif dan mengandung nilai-nilai positif.

Dengan kata lain, media permaianan tidak harus bergantung pada mainan yang mahal. Memasak adalah media pembelajaran matematika yang sangat baik. Dengan dia mengupas kentang pun dia belajar tentang ukuran, tentang bentuk, ada seperempat, setengah dan lain-lain.   Kegagalan mendidik anak dalam beberapa hal tentu dikarenakan pembelajaran anak itu belajarnya tidak kontekstual. Anak belajar integral, perkalian, tapi anak tidak tahu apa tujuan dari pembelajaran yang dilaluinya.

Selanjutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »