Mendidik Anak Berjiwa Bisnis Ala Inna Cookies
Berusaha Menjadi Orangtua Teladan Bagi Anak
Oleh: A.Ruhiat
Sikap dan perilaku kita sebagai orang tua adalah contoh utama yang akan diikuti oleh buah hati kita. Jika ingin anak-anak kita bersikap sopan, bertutur kata yang baik, maka kita harus senantiasa bersikap seperti itu sebagai contoh. Jika ingin anak kita religius, maka kita harus memberi contoh seperti apa orang yang religius itu. Maka dari itu sikap orang tua adalah contoh dan teladan utama bagi anak-anaknya.
Berbicara mengenai wanita atau istri yang bekerja, tidak lengkap rasanya kalau kita tidak mengetengahkan profil wanita karier untuk menceritakan suka dukanya membagi waktu antara keluarga dan kerja. Ina Wiyandini merupakan satu dari sekian wanita atau istri bekerja yang mampu me-manage waktu untuk keluarga dan menjadi pengusaha, serta fiur muslimah yang aktif di organisasi masyarakat dengan baik. Ina adalah pemilik bisnis kue (Inna Cookies) yang cukup ternama di Bandung.
Berusaha Menjadi Orangtua Teladan Bagi Anak
Oleh: A.Ruhiat
Sikap dan perilaku kita sebagai orang tua adalah contoh utama yang akan diikuti oleh buah hati kita. Jika ingin anak-anak kita bersikap sopan, bertutur kata yang baik, maka kita harus senantiasa bersikap seperti itu sebagai contoh. Jika ingin anak kita religius, maka kita harus memberi contoh seperti apa orang yang religius itu. Maka dari itu sikap orang tua adalah contoh dan teladan utama bagi anak-anaknya.
Berbicara mengenai wanita atau istri yang bekerja, tidak lengkap rasanya kalau kita tidak mengetengahkan profil wanita karier untuk menceritakan suka dukanya membagi waktu antara keluarga dan kerja. Ina Wiyandini merupakan satu dari sekian wanita atau istri bekerja yang mampu me-manage waktu untuk keluarga dan menjadi pengusaha, serta fiur muslimah yang aktif di organisasi masyarakat dengan baik. Ina adalah pemilik bisnis kue (Inna Cookies) yang cukup ternama di Bandung.
Menurut Inna, orangtua harus berlaku adil pada anak-anaknya. Hal ini merujuk pada Hadits Rasulullah Saw. “Berlaku adillah terhadap anak-anakmu dalam suatu pemberian sebagaimana kamu suka bersikap adil di antara kamu dalam kebaikan dan kasih sayang.”(H.R. Thabrani). Dalam keterangan lain, Rasulullah Saw. pernah menegur keras seorang lelaki yang mencium anak lelakinya dan tak melakukan hal yang sama terhadap anak perempuannya. “Kamu tidak bersikap adil di antara keduanya,” ujar Rasulullah (H.R. Baihaqi). Selain itu, orangtua juga harus bersikap Sabar dalam menghadapi anak. “Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajdah (32): 56).
Selanjutnya kata Inna, “Bantulah anak-anakmu agar berbakti! Barangsiapa yang mau melakukannya, ia dapat mengeluarkan sikap kedurhakaan dari diri anaknya.” (H.R. Ath Thabrani). Lanjutnya, anak-anak kerapkali menjadi sumber rasa putus asa, kekesalan, dan tumpahan kekerasan fisik. Kadangkala, dunia anak selain menggemaskan sekaligus mengesalkan.
Dengan begitu, orangtua dituntut sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Sesungguhnya dalam kesabaran itu ada kejernihan pikir. Sesungguhnya kesabaran itu sifat pemimpin sejati. Bersikap sabar terhadap anak berarti pula mengajari anak secara langsung tentang makna penting dari kesabaran.
Di samping itu, orangtua harus bisa mengendalikan diri, sehingga batasan bagaimana orangtua bersikap dan meluapkan kekesalan pada anak. tanpa dipungkuri, kita sebagai orangtua tentu pernah kesal kepada anak. Bukan hanya kesal (sebenarnya), melainkan juga marah.
Islam sudah mengatur bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh dilanggar ketika marah pada anak, antara lainnya menghardik. Dari Anas r.a., “Aku telah melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan: ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan pula tidak pernah mengatakan: ‘Mengapa tidak engkau lakukan?’” (H.R. Bukhari dan Muslim).Selanjutnya, memukul wajah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memukul muka berdasarkan sabda Baginda yang artinya, “Jika salah seorang dari kamu memukul, maka hendaknya dia menghindari (memukul) wajah.”
Kadang juga, menampakkan kemarahan yang sangat. Ini juga dilarang karena bertentangan dengan amalan Rasulullah Saw.“Bukanlah orang yang kuat itu diukur dengan kuatnya dia berkelahi, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.”Memukul di dalam keadaan sangat marah. Dari Abu Mas’ud al-Badri, dia berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut kerena kemarahan (yang sangat).
Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah Rasulullah SAW dan Baginda berkata, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti dari tanganku, kemudian beliau bersabda, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada apa yang kami siksakan terhadap budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari) ini.” Ada juga yang bersikap terlalu keras dan kasar.
Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang diajarkan oleh Islam sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang terhalang dari sifat lemah lembut, maka dia akan terhalang dari mendapat kebaikan.”Sepatutnya, orangtua mencurahkan Rasa Kasih Sayang dan Kelembutan Terhadap Anak. “Sesungguhnya setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. AllahSubhanahu Wa Ta’ala tidak akan menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersifat penyayang.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
(Sumber, Wawancara)