Baca Kilas

Info Solusi

loading...

Friday, April 24, 2020

bacasaza

Majalah Salam Edisi Ramadhan

Monday, March 30, 2020

bacasaza

majalah salam

bacasaza

Faizan Zacky Alhanan

bacasaza

Muhasabah Diri Virus Corona majalah salam

bacasaza

Susunan redaksi majalah salam

bacasaza

Majalah Salam Edisi 3

Sunday, March 29, 2020

bacasaza

Majalah Salam Edisi 2

Monday, December 2, 2019

bacasaza

Citra Rasulullah di Mata Allah



Oleh Ahmad Ruhiat


Bacasaza – Islam mengajarkan kepada umat-Nya untuk mengikuti dan meneladani ajaran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Figur Nabi Muhammad dijelaskan oleh Allah sendiri melalui aya-ayat-Nya dalam Al-Quran. Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir umat manusia hingga akhir jaman.

Nabi Muhammad bukanlah Tuhan, akan tetapi hanya manusia biasa yang dipercaya oleh Allah Swt. sebagai rahmat  bagi seluruh alam. Sebagaimana yang ditegaskan Allah: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam” (Q.S. Al-Anbiya: 107).

Dalam Al-Quran, Allah Swt. sendiri menyuruh Nabi Muhammad menyembah Allah. “Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Ali-Imran: 31).

Setelah Allah menyuruh Nabi Muhammad menyembah Allah, lalu Allah Swt. menyuruh manusia mentaati Rasullulah Saw. “Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka (Q.S. An-Nisa’: 80).

Setelah memahami hakekat diutusnya Rasulullah Saw. yang mendapat gelar mulia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah menyeru kepada orang-orang beriman untuk bertaqwa kepada Allah. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Hujurat: 1).

Kedudukan Nabi Muhammad di mata Allah Swt. sangat tinggi. Bahkan Allah menyeru hamba-hambanya untuk bersikap sopan santun. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segalah amalanmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari (Q.S. Al-Hujuraat: 2).

Ayat selanjutnya, Allah menyeru: “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (Q.S. Al-Hujuraat: 3-4), dan “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (Q.S. An-Nuur: 63).

Ibnu Abbas ra menafsirkan ayat di atas sebagai berikut. Dahulu orang-orang memanggil Nabi SAW dengan sebutan, Ya Muhammad, Ya Abal Qasim, kemudian Allah SWT melarang mereka, sebagai pengangungan dan penghormatan kepada Nabi-Nya. Dia berkata: “Panggilah dengan Ya Nabiyallah, Ya Rasulallah” (Ibnu Katsir, tafsir surat An-nur: 63).

Kehidupan Rasulullah SAW adalah contoh bagi generasi-generasi mendatang sampi hari kiamat, Al-Quran menceritakan hal ini dalam ayatnya: “Dan sesungguhya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur (Q.S. Al-Qalam: 3-4)

Kepribadian Rasulullah SAW menjadi model sempurna manusia dalam mengetahui dan memahaminya hakekat hidup semasa di dunia untuk menuju hidup kekal di akherat. Allah SWT mengenalkan sosok nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia sebagai tauladan yang baik, yang telah diuraikan dalam firman-Nya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharapkan –rahmat- Allah dan beriman kepada hari akhir serta banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21).


Saturday, November 16, 2019

bacasaza

Literasi dalam UU Tentang Sistem Perbukuan

 Literasi dalam UU Tentang Sistem Perbukuan

Oleh: Ahmad Ruhiat

literacycoun
Bacasaza - Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan Bab I Ketentuan Umum, Pasal I Nomor 4 disebutkan bahwa literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Salah satu tujuan negara Indonesia seperti ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tujuan negara itu dipertegas kembali dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jika dicermati dalam pertimbangannya,  lahirnya UU tentang sistem perbukuan terdiri dari  beberapa hal. Pertama, berkaitan dengan pengaturan ekosistem perbukuan itu sendiri, bahwa untuk menjamin tersedianya buku bermutu, murah, dan merata, diperlukan tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui pengaturan sistem perbukuan secara sistematis, menyeluruh, dan terpadu. Kedua, bahwa pengaturan perbukuan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum diatur secara komprehensif sehingga perlu pengaturan perbukuan.

Ketiga, membangan peradaban bangsa dengan pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, informasi, dan/atau hiburan melalui buku yang memuat nilai-nilai dan jati diri bangsa Indonesia merupakan upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Keempat, buku sebagai salah satu sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus guna mendorong masyarakat berperan dalam tingkat global.

Secara komprehensif, UU Tentang Sistem Perbukuan ini menunjang dan memberikan kesempatan yang luas dalam kegiatan masyarakat berliterasi (membaca dan menulis) secara mudah dan sederhana. Di mana disebutkan dalam pertimbangannya, menjamin tersedianya buku bermutu, murah, dan merata.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk berliterasi dijelaskan dalam Bagian Kesatu Masyarakat Pasal 8, Masyarakat berhak memperoleh kesempatan untuk berperan serta dalam Sistem Perbukuan dan mendapatkan kemudahan akses terhadap buku bermutu dan informasi perbukuan.

Selain itu, dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 No. 5 disebutkan bahwa penulis adalah setiap orang yang menulis Naskah Buku untuk diterbitkan dalam bentuk buku. Artinya, semua orang bisa menulis naskah buku untuk  diterbitkan, bak dalam bnetuk buku cetakan atau berupa publikasi elektronik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Poin 2 bahwa buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.

Dalam Bab II Tentang Bentuk, Jenis, Dan Isi Buku, Pasal 5 dijelaskan bahwa Bentuk Buku terdiri atas buku cetak dan buku elektronik. Buku cetak  merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak). Sedangkan Buku elektronik  merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, audio, video, atau gabungan dari keseluruhannya yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik.

Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa penyelenggaraan Sistem Perbukuan bertujuan:
a) menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta tanah air serta membangun jati diri dan karakter bangsa melalui pembinaan Sistem Perbukuan; b) mengatur dan mewujudkan Sistem Perbukuan serta meningkatkan mutu dan jumlah sumber daya perbukuan untuk menghasilkan Buku Bermutu, murah, dan merata; c) menumbuhkembangkan budaya literasi seluruh warga negara Indonesia; dan d) meningkatkan peran pelaku perbukuan untuk mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia melalui Buku di tengah peradaban dunia.

Sedangkan peran dan fungsi pemerintah dalam membangun peradaban literasi dalam UU Tentang Perbukuan ini dijelaskan mulai dari pemerintahan Pusat sampai Pemerintahaun Kabupaten/Kota. Dalam Bab IV Wewenang  dan Tanggungjawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 35, disebutkan  Pemerintah Pusat berwenang:
a.   menetapkan kebijakan pengembangan Sistem Perbukuan;
b.  menetapkan kebijakan pengembangan budaya literasi;
c.   mengembangkan Sistem Perbukuan yang sehat;
d.  memberikan insentif liskal untuk pengembangan perbukuan dan;
e.   membina, memfasilitasi, dan mengawasi penyelenggaraan Sistem Perbukuan.

Dalam Pasal 36 Pemerintah Pusat bertanggung jawab:
a. menjamin terselenggaranya Sistem Perbukuan melalui ekosistem perbukuan yang sehat agar tersedia Buku Bermutu, murah, dan merata tanpa diskriminasi;
b. menyuusun dan menjamin tersedianya buku teks utama untuk pembelajaran bagi setiap peserta didik;
c.  meningkatkan minat membaca dan menulis melalui pengadaan Naskah Buku yang bermutu; memfasilitasi pengembangan sistem informasi perbukuan;
d.  mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia ke khasanah budaya dunia melalui Buku;
e. memfasilitasi penerjemahan Buku berbahasa asing yang bermutu dan dibutuhkan dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan;
f.  memfasilitasi penerbitan buku langka dan naskah kuno yang bernilai sejarah serta mempunyai nilai penting bagi bangsa dan negara.

Pasal 37 Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 dilaksanakan oleh lembaga yang dibentuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 38 Pemerintah Daerah provinsi berwenang:
a. menetapkan kebijakan pengembangan Sistem Perbukuan sesuai dengan kewenangannya;
b. membina, memfasilitasi, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan Sistem Perbukuan di wilayahnya;
c.   mengembangkan Sistem Perbukuan yang sehat; dan
d.  mengembangkan budaya literasi.

Pasal 39, Pemerintah Daerah provinsi bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya Buku Bermutu, murah, dan merata tanpa diskriminasi di wilayahnya;
b. menyusun dan menjamin tersedianya buku teks pendamping yang berisi muatan lokal yang bermutu;
c.   membina dan mengawasi tumbuhnya Toko Buku sesuai dengan kewenangannya;
d. menjamin terlaksananya program peningkatan minat membaca dan minat menulis di wilayahnya;
e. memastikan tersedianya buku teks bermutu untuk pembelajaran bagi setiap peserta didik pada satuan dan/atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya di wilayahnya;
f.  memfasilitasi masukan materi buku teks untuk diterbitkan; dan
g. memfasilitasi Penerbitan buku langka dan naskah kuno yang bernilai sejarah serta mempunyai nilai penting bagi bangsa dan negara sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 40 Pemerintah Daerah kabupaten/ kota berwenang:
a. menjamin pelaksanaan Sistem Perbukuan di wilayahnya;
b. menjamin pendistribusian buku teks utama secara adil dan merata; dan
c. memfasilitasi pengembangan budaya literasi.

Pasal 41, Pemerintah Daerah kabupaten/ kota bertanggung jawab:
a. mewujudkan tersedianya Buku Bermutu, murah, dan merata tanpa diskriminasi di wilayahnya;
b.  memfasilitasi memfasilitasi tumbuhnya Toko Buku di wilayahnya;
c.   melaksanakan program peningkatan minat membaca dan minat menulis dan;
d. memastikan tersedianya buku teks bermutu untuk pembelajaran bagi setiap peserta didik pada satuan dan/atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya.

Sayangnya dalam UU UU RI 2017 Tentang Sistem Perbukuan ini, Pemerintahan Desa tidak diberikan Wewenang dan Tanggungjawab Khusus sebagaimana yang diberikan kepada Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. Padahal Desa memiliki UU tersendiri yang berwenang dan bertanggung jawab dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tersendiri, sebagaimana yang termaktub dalam UU Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 

Padahal jika Desa sebagai pemerintahan terkecil yang sangat dekat dengan masyarakat diberi wewenang dan tanggungjawab khusus, bukan mustahil pembangunan generasi literat masyarakat pedesaan akan mudah terwujud, khususnya dalam meningkatkan minat berliterasi (baca tulis), mencetak pelaku perbukuan lokal, penerbitan, dan percetakan, dan pengembangan buku elektronik bermuatan lokal tentang seni-budaya, wahana wisata, dan khazanah khas daerah lainnya sebagai bacaan masyarakat pedesaan.

Friday, November 15, 2019

bacasaza

Biarkanlah Sedekah Yang Pergi Itu Kembali



Oleh Ahmad Ruhiat

Bacasaza – Setiap orang niscaya mengalami keresahan dan kesusahan dalam kehidupannya sehari-hari. Ada yang mengalami rezekinya yang sempit tak berkesudahan, jodoh yang diharapkan tak kunjung tiba, sulit memperoleh pekerjaan yang layak, bisnis yang mulai tak menentu, terkena penyakit yang menyusahkan, sering berselisih dalam rumah tangga, dan banyak lagi kesusahan lainnya.

Sudah kodrat manusia akan merasa resah dan menderita jikalau sedang mengalami kesulitan. Niscaya, Allah Swt. pun dapat memahami sikap para hamba-Nya. Namun akan sangat bermakna dan bernilai pahala, apabila rasa resah dan gelisah itu disikapi dengan penuh keimanan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kunci utamanya adalah bertauhid kepada-Nya.

Pasrah yang disertai keyakinan penuh kepada Allah Swt., pastinya memahami tujuan Allah memberikan kesulitan dan kesusahan itu semata-mata untuk meninggikan derazat kita di mata-Nya, menguji sejauhmana keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya, bahkan bisa jadi sebagai kifarat atas dosa-dosa kita yang telah dilakukan di masa lalu.

Pasrah yang dilandasi dengan tauhid juga adalah tawakal yang disertai ketaatan dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, dan senantiasa istiqamah menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan mensekutukan-Nya. Pasrah inilah yang mendatangkan ridho dan rahmat Allah Swt.

Allah Swt. melalui Al-Quran yang disampaikan Rasulullah Saw.menawarkan banyak cara dalam menyelesaikan segala persoalan hidup di dunia ini. Kuncinya bertauhid dan meluruskan akidah. Yakin seyakin-yakinnya yang ditunjukkan dengan sikap pasrah dan tawakal, dan sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Swt.

Jika hati dan pikiran kita sudah kuat meyakini Allah Swt., niscaya, kita akan jauh dari rasa putus asa dan aral merintang, dan itulah sikap yang terbaik dan positif dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, apabila jwa kita lemah dan kurang yakin akan Kekuasaan dan Pertolongan Allah Swt., maka kita akan selalu merasakan kegelisahan hidup yang tak berkesudahan.

Acapkali, ada beberapa pemahaman yang keliru bahwa sedekah bisa menjadi jalan pintas keluar dari masalah atau sebagai alat memperlancar doa. Dalam prakteknya, tidak sedikit yang gagal paham dalam memaknai anjuran amalan bersedekah ini. Dalam beberapa momen, banyak orang yang punya masalah atau yang ingn disegerakan dikabulkannya doa dengan bersedekah mengikuti anjuran guru atau tutor dalam suatu pelatihan atau pengajian, bahkan tidak tanggung-tanggung nilai sedekah yang dikeluarkan sangat besar, padahal sebelumnya sangat jarang bersedekah. 

Namun sayang, niat bersedekah menjadi tidak murni dikarenakan ada kemauan atau bertujuan tertentu. Meski banyak pahala dalam amalan bersedekah yang Allah Swt. janjikan, namun bukan berarti sedekah yang dikeluarkan dijadikan media untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan khusus karena kita sedang bermasalah. Seyogyianyaamalan sedekah ini ikhas karena ibadah, bukan bersedekah berpamrih atau ada embel-embelnya. Nilainya ada pada niat seseorang saat bersedekah.

Jenis bersedekah dengan pamrih/ ada embel-embel-nya:
Semoga dengan sedekah ini jadi jalan Allah Swt. memudahkan jodohku.
Semoga dengan sedekah ini jadi jalan Allah Swt. memudahkan rezekiku.
Semoga dengan sedekah ini jadi jalan Allah Swt. mengabulkan keinginan dan harapanku.
Semoga dengan sedekah ini jadi jalan Allah Swt. dlancarkan segala urusanku.

Berbeda dengan jenis bersedekah dengan ikhlas dan karena rasa syukur Kepada-Nya:
Ya Allah, semoga dengan sedekah ini, aku menjadi hamba-Mu yang senantiasa gemar beramal shaleh dan beribadah kepada-Mu, serta menjadi hamba-Mu yang senantiasa bersyukur kepada-Mu, Semoga Engkau Ridho terhadapku

Jenis bersedekah berpamrih, tentu tidak dianjurkan. Beramal baik dan beribadah sepatutnya dilakukan hanya semata-mata karena Allah Swt. Tugas kita hanya menjalankan amalan sedekah saja. Niat bersedekah dilakukan karena keimanan yang kuat dan kesadaran bahwa rezeki yang diperoleh dari-Nya, dan sebagian dari rezeki kita miliki patut disedekahkan.

Sedekah yang sempurna adalah sedekah yang dilakukan semata-mata atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. baik dalam keadaan susah maupun bahagia. Allah Swt. berfirman: "Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba [34]: 39).

Sedekah yang dilakukukan semata-mata karena bersyukur dan beribadah kepada Allah Swt. inilah yang sebenarnya bernilai pahala. Dalam surah Saba ayat 39 di atas sudah jelas, Allah Ta’ala yang telah melapangkan rezeki kita, dan Allah Swt. pula yang dapat menyempitkan harta kita sesuai dengan kehendak-Nya. Sedekah yang kita tunaikan seharusnya menjadi tanda kita bersyukur kepada Allah Swt., bukan bersedekah karena ingin dikabulkannya keinginan.

 “Bersyukurlah terhadap nikmat Allah jika kamu sungguh-sungguh menyembah kepada Nya.” (QS. An-Nahl: 144). Sudah sepantasnya-lah kita bersyukur atas rezeki yang Allah amanahkan kepada kita. Sesungguhnya bersyukur kepada Allah adalah perbuatan wajib. Ini jelas daripada firman-Nya bermaksud: “Barang siapa yang bersyukur maka hal itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhan itu Maha Kaya dan Maha Mulia.” (QS. Al-Naml: 40).

Bersedekah adalah bernilai pahala besar, maka harta yang disedekahkan haruslah yang dihasilkan dari hasil yang baik dan halal, baik sedekah yang jumlahnya besar maupun kecil sesuai dengan kemampuan. Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai satu buah kurma yang diperolehnya dari hasil kerja yang baik, bukan haram, dan Allah itu tidak akan menerima kecuali yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan kanannya, sebagai kiasan kekuasaanNya, kemudian memperkembangkan pahala sedekah tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seseorang dari engkau semua memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung—yakni memenuhi lembah gunung karena banyaknya." (Muttafaq 'alaih, dari Abu Hurairah r.a).

Allah Swt. melipatgandakan ganjaran atau pahala orang yang menafkah hartanya di jalan Allah. "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 261).

Apabila harta yang disedekahkan halal dan diniatkan semata-mata karena Allah, serta selalu memohon ampunan dari Allah dan berbuat kebaikan. Insya Allah. Kita akan digolongkan dalam orang-orang yang taqwa.   "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Ali Imran [3]: 133-134).

Biarkan sedekah yang ditunaikan itu pergi tanpa harus diingat-ingat. Serahkan saja balasan apa yang pantas Allah Swt. berikan untuk kita. Sedekah hanya salah satu dari banyak amalan ibadah yang mendatangkan Ridho dan Rahmat-Nya bagi hamba-hamba pilihan dan yang dikehendaki-Nya.

Biarkan sedekah yang ditunaikan itu pergi tanpa harus dihitung-hitung. Biarkan sedekah itu pergi untuk kembali menjadi pahala besar dari-Nya, baik yang diberikan di dunia ini maupun kelak di akherat. Boleh jadi, sedekah yang ditunakan itu kembali kepada kita dalam bentuk kifarat (penghapus) dosa atau sebagai penyelamat diri untuk masuk surga-Nya. Yang penting setelah bersedekah adalah kita selalu istiqamah bertauhid, taat menjalankan ibadah shalat dan ibadah wajib lainnya, dan tentunya menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan syirik dan maksiat kepada Allah Swt.